Judul buku
: Salah Asuhan
Nama Pengarang : Abdoel Moeis
Nama Penerbit : Balai Pustaka
Tahun Terbit : Jakarta, 1995
Jumlah Halaman : 242 halaman
Salah Asuhan
Hanafi adalah seorang amak pribumi yang berasal dari
Solok. Ibu hanafi adalah seorang janda, yang suaminya sudah meninggal semenjak
hanafi masih kecil. Ibu hanafi sangat menyayanginya.
Meskipun sudah menjanda, ibunya berkeinginan untuk
memandaikan anaknya. Ibunya mengirim Hanafi ke Betawi untuk bersekolah di HBS.
Ibunya selalu berusaha keras untuk selalu memenuhi segala biaya Hanafi. Selama
bersekolah di Betawi, Hanafi dititipkan kepada keluarga Belanda. Sehingga
pergaulan Hanafi tidak lepas daro orang-orang Belanda. Setelah lulus sekolah di
HBS, pergaulannya juga tidak lepas dari orang-orang Eropa, karena ia bekerja di
Kantor BB sebagai asisten residen di Solok. Meskipun Hanafi seorang pribumi
asli, tingkah lakunya serta gaya hidupnya sudah berubah menjadi
kebarat-baratan. Bahkan terkadang tingkah lakunya melebihi orang Belanda asli.
Selama ia bergaul dengan orang-orang eropa dan setiap
hari bersekolah di HBS, Hanafi dekat dengan gadis eropa yang bernama Corrie.
Dalam kesehariannya Hanafi dan Corrie memanglah sangat dekat, hubungan keduanya
seperti kakak dengan adiknya. Mereka sering jalan-jalan berdua, main tenis
bahkan duduk-duduk sambil menikmati segelas teh pun juga berdua.
Karena
hubungan mereka sangat amat dekat, maka Hanafi pun menganggap pertemanan itu
dianggap lain. Hanafi sayang kepada Corrie, namun perasaan itu bukan sekedar
hanya rasa sayang seorang kakak kepada adiknya, melainkan rasa sayang sebagai
pacar. Setiap hari Hanafi selalu bertemu dengan Corrie meskipun hanya sebentar
saja. Sikap Corrie kepada Hanaffi juga masih nampak seperti biasanya. Hingga
akhirnya Hanafi memberanikan diri untuk mengungkapkan isi hatinya kepada
Corrie. Namun ketika Hanafi mengungkapkan isi hatinya, Corrie tidak langsung
memberi jawaban kepada Hanafi, melainkan segera berpamitan pulang dengan alasan
yang tidak jelas. Keesokan harinya, Corrie pergi meninggalkan Solok menuju
Betawi. Maka dikirimkan surat kepada Hanafi, yang isinya penolakan secara halus
mengenai pernyataan Hanafi pada tempo hari. Corrie merasa sangat tidak mungkin
menerima Hanafi, karena perbedaan budaya antara bangsa melayu dengan bangsa
eropa. Selain itu Corrie juga ditentang oleh ayahnya jika menikah dengan orang
melayu. Karena penolakan tersebut, Hanafi jatuh sakit selama beberapa hari.
Selama
dia sakit, Hanafi hanya dirawat oleh ibunya, dan selama itu pula Hanafi sering
mendapat nasihat dari ibunya. Ibunya menasihati dan membujuk Hanafi agar
menikah dengan Rapiah, yaitu anak mamaknya. Karena pada saat Hanafi bersekolah
di HBS, mamaknyalah yang mencukupi kebutuhan Hanafi. Mendengar bujukan Ibunya,
Hanafi sangat amat marah, karena Hanafi sungguh tidak mengetahui siapakah
Rapiah itu dan Hanafi hanya suka kepada Corrie, yang telah menolak cintanya.
Maka Ibu Hanafi menjelaskan bahwa Rapiah adalah anak mamak, Sultan Batuah.
Perjodohan itu dikarenakan Ibu Hanafi berhutang budi kepada Sultan Batuah.
Setelah mendapat bujukan dari Ibunya, akhirnya Hanafi menerima perjodohan itu,
meskipun dengan sangat terpaksa. Dua tahun sudah usia pernikahan Hanafi dan
Rupiah, dan mereka dikaruniai seorang anak laki-laki yang bernama Syafei.
Pernikahan yang tidak didasari dengan rasa cinta itu membuat rumah tangga
mereka tidak pernah tentram. Setiap hari Hanafi selalu memaki-maki istrinya
karena hal yang sepele. Namun Rapiah hanya diam dan tidak pernah melawan semua
perlakuan suaminya.
Hal itulah yang membuat Ibu Hanafi kagum kepada
Rapiah, hingga suatu hari Hanafi murka kepada Ibunya. Dengan tidak sengaja
Ibunya menyumpahi Hanafi. Tiba-tiba anjing gila mengigit pergelangan Hanafi
hingga Hanafi harus berobat ke Betawi. Sampai di Betawi Hanafi bertabrakan
dengan seorang gadis eropa, yang tidak lain adalah Corrie. Dengan amat senang
mereka berdua menghabiskan waktu untuk berjalan-jalan berdua menggunakan sepeda
angin. Sudah satu minggu Hanafi meninggalkan Solok, setelah itu Hanafi mencari
kerja di Kantor BB sebagai commies. Meskipun gaji awal cukup kecil, namun
hanafi sangat senang.
Karena dia dapat bertemu dengan Corrie setiap hari.
Hanafi berusaha keras untuk mendapatkan Corrie, hingga hanafi rela berubah
kewarganegaraan menjadi Eropa. Setelah itu, Hanafi memohon kepada Corrie untuk
menerima ajakan pertunangannya. Karena rasa ibanya kepada Hanafi, Corrie
terpaksa menermanya. Meskipun Corrie
harus menerima resiko, yaitu dijauhi oleh teman-teman eropanya, Pesta
pertunangan mereka dilakukan dikediaman rumah teman Belandanya, namun tuan
rumah nampak tidak begitu suka dengan pertunangan itu. Karena dia tidak suka
bergaul dengan orang Belanda berkulit sawo matang.
Meskipun Rapiah dan Ibunya tahu jika Hanafi akan
menikah Corrie, namun Rapiah tetap menunggu kedatangan Hanafi. Karena Ibu
Hanafi sangat sayang kepada Rapiah, bahkan sayangnya melebihi rasa sayangnya
kepada Hanafi. Hanafi dan Corrie sudah menjadi suami istri, maka tinggalah
mereka dalam satu rumah. Namun seiring berjalannya waktu, rumah tangga Hanafi
dan Corrie sudah tidak tentram lagi. Karena sifat Hanafi yang keterlaluan,
sampai menuduh Corrie berzina dengan orang lain. Karena kehidupannya yang dalam
kondisi tidak jelas, Bangsa Eropa maupun Bangsa Melayu sudah tidak mau mengakui
Hanafi, karena keangkuhan dan kesombongannya.
Pada akhirnya Corrie pergi ke Semarang untuk
menghindari Hanafi. Namun pada suatu hari, Hanafi menerima surat yang memberi
tahukan bahwa Corrie berada di Semarang. Setelah beberapa hari, Hanafi nekat
pergi ke Semarang untuk mencari Corrie dirumah seorang pengusaha anak-anak
yatim. Namun sampai disana justru berita buruk yang diterima oleh Hanafi. Bahwa
Corrie masuk rumah sakit karena sakit keras, yaitu kolera. Hingga akhirnya
nyawa Corrie ridak dapat ditolong lagi. Setelah kepergian Corrie, Hanafi pulang
ke Solok untuk menemui Ibunya. Setelah beberapa hari Hanafi sampai di Solok, ia
jatuh sakit karena menelan 6 butir sublimat, yang menyebabkan Hanafi terus
muntah darah dan akhrinya merenggut nyawanya.
Ø Unsur-unsur
intrinsik
1. Tema : Perbedaan adat istiadat
2. Alur : Alur maju karena pengarang
menceritakan
kisahnya kemasa selanjutnya.
3. Sudut Pandang : Dalam novel Salah
Asuhan, pengarang
bertindak
sebagai orang ketiga yaitu menceritakan kehidupan tokoh -tokoh pada novel.
4.
Latar tempat
:
·
Lapangan tennis : “Tempat bermain tennis , yang
dilindungi oleh pohon- pohon ketapang
disekitarnya, masih sunyi”.
·
Minangkabau
: “Sesungguhnya ibunya orang
kampung, dan selamanya tinggal di kampung saja, tapi
sebabkasihan kepada anak , ditinggalkannyalah
rumah gedang di Koto Anau, dan tinggallah ia bersma-sama dengan Hanafi di
Solok”.
“Maka tiadalah ia segan -segan mengeluarkan uang
buat mengisi rumah sewaan di Solok itu secara yang dikehendaki oleh anaknya ”.
sebabkasihan kepada anak , ditinggalkannyalah
rumah gedang di Koto Anau, dan tinggallah ia bersma-sama dengan Hanafi di
Solok”.
“Maka tiadalah ia segan -segan mengeluarkan uang
buat mengisi rumah sewaan di Solok itu secara yang dikehendaki oleh anaknya ”.
·
Betawi
: “Dari kecil Hanafi sudah di sekolahkan
di Betawi ”
“Sekarang kita ambil jalan Gunung Sari, Jembatan Merah Jakarta, Corrie!”.
“Sekarang kita ambil jalan Gunung Sari, Jembatan Merah Jakarta, Corrie!”.
·
Semarang
: “Pada keesokan harinya Hanafi sudah
dating pula
ke rumah tumpangan itu , dan bukan buatan sedih hatinya, demikian mendengar
bahwa Corrie sudah berangkat . Seketika itu ia berkata hendak menurutkan ke
Semarang”.
·
Surabaya
: “Di Surabaya mereka menumpang
semalam di suatu pension kecil,
mengaku nama Tuan dan Nona Han”.
5.
Penokohan
:
·
Hanafi
Keras kapala : “Memang…kasihan! Ah
ibuku …aku pengecut tapi hidupku kosong…habis cita-cita baik…enyah!”
Kasar : “ Hai Buyung! Antarkan anak itu
dahulu
kebelakang!” kata Hanafi dengan suara
kebelakang!” kata Hanafi dengan suara
bengis dari jauh”.
·
Corrie
Baik : “O , sigaret tante boleh
habiskan satu dos . Sudah tentu enak , ayoh coba!”.
Mudah bergaul: “Oh, ruangan di
jantung tuan Hanafi amat luas, ”kata Corrie sambil tertawa,“buat dua tuga orang
perempuan saja masih berlapang –lapang”.
·
Rapiah
Sabar : “Rapiah tunduk, tidak
menyahut ,
airmatanya sajaberhamburan. Syafei,
dalam dukungan ibunyayang tadinya menangis keras, lalu mengganti tangisnya dengan
beriba -iba . Seakan-akan tahulah anak kecil itu, bahwa ibunya yang tdak
berdaya, sedang menempuh azab dunia danmenanggung aib di muka –muka orang”.
Baik : “Apakah ayahmu orang baik ? Uah
sungguh-sungguh orang baik . Kata
ibuku tidak adalah orang yang sebaik ayahku itu”.
·
Ibu Hanafi
Sabar : “Astagfirullah , Hanafi !
Turutilah ibumu
mengucap menyebut nama Allah bagimu dan tidak akan bertutur lagi dengan sejauh itu tersesatnya”.
mengucap menyebut nama Allah bagimu dan tidak akan bertutur lagi dengan sejauh itu tersesatnya”.
Baik : “Sekarang sudah setengah tujuh,
sudah jauh
terlampau
waktu berbuka, Piah Sebaik- baiknya
hendaklah engkau pergi makan dahulu”.
·
Tuan Du Busse
Tegas : “Tapi Corrie
mesti bersekolah yang sepatut
patutnya”.
·
Si Buyung
Penurut : “Kau kugaji buat
kesenanganku dan bukan buat
bermalas-malas . Hamba disuruh kejalan. Diam !
Bawa anak itu ke belakang. Angkat teh ke dapur
bermalas-malas . Hamba disuruh kejalan. Diam !
Bawa anak itu ke belakang. Angkat teh ke dapur
lalu menceritakan apa yang diperintahkan
kepadanya. Oleh karena gula habis’ terpaksalah ia disuruh ke toko yang tidak berapa
jauh letaknya dari rumah”.
·
Syafei
Pemberani : “Itulah yang kusukai, bu . Sekian
musuh nanti
kusembelih dengan pedangku”.
6.
Gaya Bahasa :
Gaya bahasa
yang digunakan dalan novel Salah Asuhan ini cukup sulit untuk diartikan. Karna
novel ini adalah novel lama dan dilamnya
juga terdapat bahasa Belanda . Pada novel ini juga terdapat :
juga terdapat bahasa Belanda . Pada novel ini juga terdapat :
·
Peribahasa :
“saat ini , air mukamu jerni , keningmu licin,
bolehkah ibu menuturkan niatku itu, supaya
bolehkah ibu menuturkan niatku itu, supaya
tidak
menjadi duri dalam daging ” (halaman
25, paraghraf 3 ).
·
Majas perbandingan : “Sesungguhnya tiadalah berdusta
apabila ia
berkata sakit kepala , karna sebenarnyalah
berkata sakit kepala , karna sebenarnyalah
kepalanya
bagai dipalu ” ( halaman 47, paragraf 2).
7. Amanat :
·
Janganlah melupakan adat istiadat negeri
sendiri , jikalau ada adat istiadat dari bangsa
lain, boleh saja kita menerima tapi harus pandai
memilih, yaitu pilihlah adat yang layak dan baik
kita terima di negeri kita.
sendiri , jikalau ada adat istiadat dari bangsa
lain, boleh saja kita menerima tapi harus pandai
memilih, yaitu pilihlah adat yang layak dan baik
kita terima di negeri kita.
·
Jangan memaksakan suatu pernikahan yang
tidak pernah diinginkan oleh pengantin
tersebut, karena akhirnya akan saling menyiksa
keduanya.
tidak pernah diinginkan oleh pengantin
tersebut, karena akhirnya akan saling menyiksa
keduanya.
8. Diksi : Pemilihan kata pada novel Salah
Asuhan ini
cukup sulit untuk dimengerti karena banyak terdapat
cukup sulit untuk dimengerti karena banyak terdapat
Bahasa Belanda.
0 komentar:
Post a Comment