Artikel
By Nur Alfarisi
“KABUPATEN WAJO”
Kabupaten
Wajo adalah wilayah yang terletak dibagian tengah Provinsi Sulawesi Selatan
dengan jarak kurang lebih 250 km dari Makassar Ibukota Provinsi Sulawesi
Selatan, memanjang pada arah laut Tenggara dan terakhir merupakan selat,
dengan posisi geografis antara 3º 39º - 4º 16º LS dan 119º 53º-120º 27 BT.
Batas wilayah Kabupaten Wajo, di sebelah utara adalah Kabupaten Luwu dan
Sidrap, di sebelah selatan adalah Kabupaten Bone dan Soppeng, di sebelah barat
adalah Kabupaten Soppeng dan Sidrap, dan di sebelah timur adalah teluk
Bone. Luas wilayah Kabupaten Wajo adalah
2.506,19 Km² atau 4,01% dari luas Propinsi Sulawesi Selatan dengan rincian
Penggunaan lahan terdiri dari lahan sawah 86.297 Ha (34,43%) dan lahan kering
164.322 Ha (65,57%).
Kabupaten
Wajo merupakan wilayah yang kaya akan kebudayaan dan kekayaan alam. Dengan
seluruh limpahan budaya dan kekayaan alamnya, sebagai masyarakat wajo patutlah
kita untuk menjaga kelestariannya agar selalu bernilai baik dan positif dari
pandangan masyarakat. Kebudayaan tanah wajo sangat beraneka ragam. Seperti
tempat-tempat kebudayaan wajo, hasil produksi/ciptaan masyarakat wajo, dan
acara-acara kebudayaan wajo. Kekayaan alam yang melimpah di kawasan tanah wajo
dan menjadi karasteristik yang banyak menarik para wisatawan yaitu salah
satunya Danau Tempe.
A.
Kebudayaan
Kabupaten Wajo
1. Rumah
Adat Atakkae
Kawasan budaya
Rumah Adat Atakkae terletak di Kelurahan Atakkae. Rumah adat tersebut dibangun pada tahun 1995 di
pinggir Danau Lampulung, sekitar 3 km sebelah Timur Kota Sengkang.
Di dalam kawasan ini telah dibangun puluhan duplikat rumah adat
tradisional yang dihimpun dari berbagai kecamatan, sehingga kawasan ini
representatif sebagai tempat pelaksanaan
pameran. Di sekitarnya terdapat bangunan sebagai tempat menginap
wisatawan, dekat dari danau. Hampir setiap tahunnya, kawasan budaya ini
ramai dikunjungi wisatawan, terutama
saatdigelar berbagai atraksi budaya dan
permainan rakyat. Di dalam kawasan
tersebut dibangun sebuah rumah adat yang lebih besar yang dijuluki
Saoraja – istana Tenribali, salah
seorang matoa Wajo. Rumah tersebut mempunyai tiang sebanyak 101 buah.
Setiap tiang beratnya 2 ton yang terbuat
dari kayu ulin dari Kalimantan. Tiang itu didirikan dengan menggunakan
alat berat (eskavator). Lingkaran tiang rumah1,
45 m dengan garis tengah 0,45 m, dan tinggi tiang dari tanah ke loteng 8,10 m.
Bangunan rumah adat ini mempunyai ukuran panjang 42,20 m, lebar 21 m, dan
tinggi bubungan 15 m.
2.
Saoraja Mallangga
Museum
Simettengpola Saoraja Malangga sebelumnya bernama Museum Sengkang diresmikan
pada 1990. Inisiatif pembangunan berasal dari Pemda Tingkat II Kabupaten Wajo
bekerja sama dengan ahli waris pemilik bangunan. Museum ini menempati bangunan
bekas istana/kediaman Datu Raureng Bettempola ke-27 yang merupakan seorang
ranreng/pembantu dekat dari Raja/Datu Wajo (setingkat menteri). Pembangunan
gedung dilakukan sekitar 1933. Pada masa pemerintahan kerajaan Wajo, bangunan
istana ini lebih dikenal oleh masyarakat dengan nama Saoraja Mallangga. Museum
baru ini diresmikan pada 28 November 2004 oleh Gubernur Sulawesi Selatan, H.M.
Amin Syam.
Di
dalam Museum Simettengpola Saoraja Mallangga, terdapat berbagai macam koleksi
yang menjadi bekas dari sejarah wajo. Koleksi yang ada di museum ini berupa
naskah, foto, keramik, benda etnografi, dan benda sejarah. Koleksi lain
alat-alat rumah tangga yang dipergunakan oleh raja-raja Mallangga.
3. Sutera wajo
Wajo
adalah salah satu kabupaten di Sulawesi Selatan yang terkenal sebagai daerah
penghasil kain sutra Bugis yang cukup potensial. Para perajin sutra di daerah
ini membutuhkan bahan baku benang sutra sekitar 200 ton atau sekitar 200.000
kilogram per tahun. Oleh karena bahan baku dari Wajo tidak mencukupi, maka para
perajin membeli bahan dari kabupaten tetangga seperti, Soppeng, Sidrap,
Enrekang, dan bahkan diimpor dari Cina dan Thailand. Ada tiga bentuk dan corak
kain sutra yang diproduksi, yaitu: kain setengah jadi (seperti sarung, baju,
dan selendang); kain berbentuk gulungan yang dapat dibeli permeter sesuai
dengan kebutuhan; dan pakaian siap pakai (seperti: baju, jas, kerudung, kipas,
dompet, dan tempat peralatan rias wajah). Kain sutera khas Wajo ini tidak hanya
dipasarkan di daerah sengkang dan makassar saja, tetapi juga di pasarkan di
daerah kawasan pulau Jawa. Sekarang, banyak sekali motif/jenis kain yang ada di
Indonesia dan ini menjadi sebuah kendala pada peningkatan kelestarian kain
sutera Wajo. Tapi, selaku masyarakat wajo kita harus tetap optimis bahwa kain
sutera merupakan kain yang berkualitas tinggi dan selalu menjadi yang terbaik.
B.
Kekayaan
Alam Kabupaten Wajo
Wajo merupakan wilayah yang terhampar luas
dengan berbagai kekayaan alam. Salah satunya yaitu Danau Tempe. Tak dapat
dipungkiri bahwa memang benar danau tempe itu menjadi salah satu daya tarik
yang dimiliki kabupaten wajo untuk para wistawan baik itu lokal, maupun
non-lokal. Danau
Tempe
yang cukup luas (13.000 hektare) ,dangkal menjadi habitat satwa burung dan
ikan air tawar. Pemukiman Masyarakat di tengah danau tempe dengan rumah
terapungnya serta masyarakat Bugis sepanjang pinggiran danau yang merupakan kawasan
tanah lumpur .
Danau Tempe tampak
bagaikan sebuah wadah raksasa yang diapit oleh tiga kabupaten yaituWajo, Soppeng,
dan Sidrap. Menyaksikan terbitnya matahari di ufuk timur pada pagi hari dan
terbenam di ufuk barat pada sore hari dan ditemani beragam satwa burung
seperti Belibis yang menyambar ikan-ikan yang muncul di atas permukaan air.
Memancing Species ikan air tawar ini yang jarang ditemui di tempat lain, di
waktu malam, di rumah terapung. Bersama nelayan, kita dapat menyaksikan
rembulan di malam hari yang menerangi Danau Tempe sambil memancing ikan. Dan
terkadang terdengar musik tradisional Kacapiyang dimainkan penduduk. Berjalan-jalan
menyusuri danau dengan menggunakan perahu motor katinting hingga ke Sungai
Walanae, dan Desa Salotangah serta Desa Batu Batu yang berada di
tengah danau. Pekerjaan seharian masyarakat pesisir danau adalah Nelayan
ikan dan tengah danau itu berlatar belakang rumah terapung,
merupakan pemandangan yang sangat menarik. Danau Tempe terletak di bagian Barat
Kabupaten Wajo. Tepatnya di Kecamatan Tempe, sekitar 7 km dari Kota Sengkang
dan merupakan muara Sungai Walanae dan sungai ini, perjalanan ke
Dananu Tempe dapat ditempuh sekitar 30 menit. Festifal Danau Tempe, yang
biasanya dilaksanakan pada bulan Agustus setiap tahunnya,
diatas Danau Tempe. Disertai acara pesta ritual nelayan ini disebut
Maccera Tappareng atau upacara mensucikan danau dengan menggelar berbagai
atraksi wisata yang sangat menarik. Dimana para gadis memakai baju Bodo
(pakaian adat Orang Bugis).
Acara ini juga dimeriahkan dengan berbagai atraksi seperti lomba perahu tradisional, lomba perahu hias, lomba permainan rakyat (lomba layangan tradisional, pemilihan anak dara dan kallolona Tanah Wajo), lomba menabuh lesung (padendang), pagelaran musik tradisional dan tari bissu yang dimainkan oleh waria, dan berbagai pagelaran tradisional lainnya.
Lomba perahu dayung merupakan tradisi yang turun temurun dan terpelihara di kalangan para nelayan. Maccera Tappareng merupakan bentuk kegiatan ritual yang dilaksanakan di atas Danau Tempe oleh masyarakat yang berdomisili di pinggir Danau Tempe, biasanya ditandai dengan pemotongan kurban sapi yang dipimpin oleh seorang ketua nelayan.
Acara ini juga dimeriahkan dengan berbagai atraksi seperti lomba perahu tradisional, lomba perahu hias, lomba permainan rakyat (lomba layangan tradisional, pemilihan anak dara dan kallolona Tanah Wajo), lomba menabuh lesung (padendang), pagelaran musik tradisional dan tari bissu yang dimainkan oleh waria, dan berbagai pagelaran tradisional lainnya.
Lomba perahu dayung merupakan tradisi yang turun temurun dan terpelihara di kalangan para nelayan. Maccera Tappareng merupakan bentuk kegiatan ritual yang dilaksanakan di atas Danau Tempe oleh masyarakat yang berdomisili di pinggir Danau Tempe, biasanya ditandai dengan pemotongan kurban sapi yang dipimpin oleh seorang ketua nelayan.
Nah, itulah tadi
kebudayaan-kebudayaan dan kekayaan alam yang dimiliki Kabupaten wajo. Pasti
kita semua berpikir bahwa Kabupaten Wajo itu memiliki hal-hal yang unik yang
perlu kita lestarikan. Maka dari itu, kita sebagai penerus generasi wajo,
patutlah kita untuk menjaga dan mencintai Budaya dan kekayaan alam Wajo.
Sebagai wujud rasa cinta saya terhadap tanah Wajo, saya menciptakan sebuah
karangan puisi yang berjudul “Negeri Puangrimaggalatung”.
NEGERI PUANGRIMAGGALATUNG
Karya: Nur Alfarisi
Dari
atas bukit terhampar kota sutra, alangkah indahnya
Lihatlah….danau
tempe membentang
Air
mengalir tiada henti
Merupakan
rentang sejarah yang terus dikenang, tak terlupakan
Desah
napas memulai semangat pagi anak wajo
Meniti
langkah di atas harapan dan torehan makna
Lincahnya
jemari para pengrajin
Dengan
tekad dan semangat membara
Mewujudkan
lembaran tenun sutra bercorak warna
Karya
nyata anak negeri, yang berjuluk tanah wajo
Inilah
tanah leluhurku
Tempat
berbagi tawa dan canda
Tempat
aku ada dan dibesarkan
Mengalir
sungai yang kaya kandungannya
Tempat
merangkai benang-benang sejarah
Warisan
leluhur arung matoa
Terima
kasih oh…Tuhan
Telah
kau ciptakan keindahan dan peradaban nyata
Tanah
wajo yang bersejarah
Yang
sarat makna dalam bahasa lontara
Mangkalunngeng
ribulue…
Massulappe
rigalunge…
Mattoddangi
ritapparenge…
Mungkin puisi ciptaan saya ini hanya terlihat sederhana, tetapi dalam puisi ini terkandung sebuah makna kecintaan terhadap Kabupaten wajo yang sangat mendalam. Jaya selalu Kabupaten Wajo dengan semangat Yassiwajori dan menjunjung tinggi konsep kemerdekaan dari para raja dan cendekia wajo yaitu "Maradeka To Wajoe, Ade'na Na'Popuang".
…SEKIAN DAN TERIMA KASIH…
0 komentar:
Post a Comment