BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pemilihan bahasa (language choice) lazimnya lahir
akibat penggunaan bahasa dalam suatu masyarakat bilingual (dwibahasa) atau
multilingual (multibahasa). Dalam pemilihan bahasa, kekeliruan dalam peristiwa
pemilihan bahasa atau ragam bahasa yang cocok dengan situasi komunikasi itu
tidak dapat dihindari, dan kekeliruan tersebut dapat berakibat kerugian bagi
peserta komunikasi. Oleh karena itu dalam makalah ini akan dikaji tentang sikap
bahasa dan pemilihan bahasa yang mungkin kajian ini akan bermanfaat dalam memberikan
wawasan tentang peristiwa komunikasi dalam masyarakat multibahasa di Indonesia.
B. Rumusan Masalah
1. Apa sikap bahasa itu?
2. Apa pemilihan bahasa itu?
3. Bagaimana perspektif sosiolinguistik tentang
pemilihan bahasa?
4. Apa saja faktor-faktor penentu pemilihan
bahasa?
C. Tujuan Pembahasan
1. Mengetahui tentang sikap bahasa.
2. Mengetahui tentang pemilihan bahasa.
3. Mengetahui perspektif sosiolinguistik tentang
pemilihan bahasa.
4. Mengetahui faktor-faktor penentu pemilihan
bahasa.
BAB II
PEMBAHASAN
SIKAP BAHASA DAN PEMILIHAN BAHASA
Sikap bahasa adalah hal yang
penting dalam kaitanya dengan suatu bahasa karena sikap bahasa dapat
melangsungkan hidup suatu bahasa. Berikut ini akan dibahas apa yang dimaksud
dengan sikap bahasa dan bagaimana kaitanya dengan pemilihan suatu bahasa
A.
Sikap Bahasa
Sikap bahasa adalah anggapan atau pandangan
seseorang terhadap suatu bahasa, apakah senang atau tidak terhadap bahasa
tersebut, sehingga sikap bahasa mempengaruhi terhadap pemilihan bahasa.
Lambert menyatakan bahwa sikap itu terdiri dari tiga komponen, yaitu komponen
kognitif, komponen afektif, dan komponen konatif. Dengan penjelasan sebagai
berikut:
a. Komponen kognitif berhubungan dengan pengetahuan dan gagasan yang digunakan
dalam proses berfikir.
b. Komponen afektif menyangkut masalah penilaian suka atau tidak suka terhadap
sesuatu.
c. Komponen konatif menyangkut perilaku atau perbuatan sebagai putusan akhir
melalui komponen inilah orang biasanya mencoba menduga bagaimana sikap
seseorang terhadap keadaan yang dihadapinya.
Melalui ketiga komponen inilah, orang biasanya
mencoba menduga bagaimana sikap seseorang terhadap suatu keadaan yang sedang
dihadapinya. Ketiga komponen sikap ini (kognitif, afektif, dan konatif) pada
umumnya berhubungan dengan erat. Namun, seringkali pengalaman “menyenangkan’
atau “tidak menyenangkan” yang didapat seseorang di dalam masyarakat
menyebabkan hubungan ketiga komponen itu tidak sejalan. Apabila ketiga komponen
itu sejalan, maka bisa diramalkan perilaku itu menunjukkan sikap. Tetapi kalau
tidak sejalan, maka dalam hal itu perilaku tidak dapat digunakan untuk
mengetahui sikap. Banyak pakar yang memang mengatakan bahwa perilaku belum
tentu menunjukkan sikap.
Dewasa ini ada tiga ciri sikap bahasa sebagai
berikut:
1) Kesetiaan bahasa (language loyalty) yang
mendorong masyarakat suatu bahasa memepertahankan bahasanya, dan apabila perlu
mencegah adanya pengaruh bahasa lain.
2) Kebangaan bahasa (language pride) yang
mendorong orang mengembangkan bahasanya dan menggunakanya sebagai lambang
identitas dan kesatuan masyarakat.
3) Kesadaran adanya norma bahasa (awareness of
the norm) yang mendorong yang mendorong orang mengunakan bahasanya dengan
cermat dan santun dan merupakan faktor yang sangat besar pengaruhnya terhadap
perbuatan yaitu kegiatan kegunaan bahasa (languagae use).
B. Pemilihan Bahasa
Pemilihan bahasa menurut Fasold (1984: 180)
adalah memilih “sebuah bahasa secara keseluruhan” dalam suatu komunikasi. Dalam
masyarakat multibahasa tersedia berbagai kode, baik berupa bahasa, dialek,
variasi, dan gaya untuk digunakan dalam interaksi sosial. Untuk istilah
terakhir, Kartomihardjo lebih suka mempergunakan istilah ragam sebagai padanan
dari style. Dengan tersedianya kode-kode itu, anggota masyarakat akan memilih
kode yang tersedia sesuai dengan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Dalam
interaksi sehari-hari, anggota masyarakat secara konstan mengubah variasi
penggunaan bahasanya.
Dalam sebuah Negara, berlaku penggunaan dwibahasa
dan setiap individu mengetahui lebih dari satu bahasa. Dalam masyarakat
dwilingual atau multilingual, masyarakat harus memilih bahasa mana yang harus
digunakan. Dalam hal pilihan ini ada tiga jenis pilihan yang dapat digunakan:
1. Alih kode, yaitu menggunakan suatu bahasa pada suatu keperluan dan bahasa
lain pada keperluan yang lain.
2. Campur kode, yaitu menggunakan bahasa tertentu
dengan dicampuri sebagian dari bahasa lain.
3. Dengan memilih variasi bahasa yang sama.
Ketiga pilihan ini dapat dilakukan dengna mudah,
tetapi malah terkadang sulit untuk dilakukan karena kesulitan membedakan antara
alih kode dan campur kode. Seseorang yang melakukan pemilihan bahasa dalam
komunikasinya sebenarnya sedang menerapkan kompetensi komunikatifnya, atau
sedang menunjukkan performansi komunikatifnya. Sebagai perilaku, pemilihan
bahasa hakikatnya merupakan tindakan atau perilaku dalam menggunakan bahasa
terpilih berdasarkan situasi yang tersedia. Karena itu, Fasold (1984)
menggunakan istilah “perilaku pilihan bahasa.”
Dalam memahami pemilihan bahasa, para psikolog
memiki pandangan yang berbeda. Penutur menerapkan asumsi dasar tentang potensi
linguistic lawan bicaranya dalam masyarakat dwilingual atau multilingual. Hal
ini didasarkan pada teori akomodasi bahasa, yaitu ketika penutur mengalami
proses wacana interaktif dia mungkin akan konvergen terhadap bahasa lawan
bicaranya atau divergen terhadap kode bahasanya sendiri. Keputusan seseorang
dalam memilih bahasa atau menggunakan salah satu kode bahasa bergantung pada
ongkos (cost) atau reward yang dipersepsikan akan diperolehnya.
Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi
pemilihan bahasa, antara lain:
1. Kemampuan penutur, biasanya penutur akan lebih
banyak menggunakan bahasa yang lebih dikuasainya.
2. Kemampuan pendengar, biasanya penutur juga
cenderung menggunakan bahasa yang digunakan oleh pendengar, hal ini terjadi
apabila penutur sama-sama menguasai bahasa pertama dan kedua.
3. Umur, Orang yang lebih dewasa cenderung
menggunakan bahasa kedua untuk menunjukkan rasa kepemilikannya terhadap suatu
tempat.
4. Status social, pada situasi tertentu seseorang
akan menggunakan suatu bahasa yang menunjukkan strata social yang tinggi.
5. Derajat hubungan, terkadang seseorang
menggunakan suatu bahasa pada pertemuan pertama, namun menggunakan bahasa yang
lain ketika hubungannya sudah semakin dekat.
6. Hubungan etnis, seseorang terkadang berbicara
suatu bahasa dengan orang se-etnis. Dan berbicara bahasa lain dengan orang yang
berlainan etnis.
7. Tekanan dari luar, apabila suatu bahasa tidak
disukai dalam suatu masyarakat karena suatu sebab, maka pemilik bahasa ini
hanya akan menggunakan bahasanya dalam rumah seperti sembunyi-sembunyi.
8. Tempat, terkadang pemilihan bahasa dengan
menggunakan asas pembagian integrative. Menggnakan bahasa pertama didalam
rumah, dan bahasa kedua diluar rumah misalnya.
C. Perspektif Sosiolinguistik tentang Pemilihan
Bahasa
Sosiolinguistik melihat fenomena pemilihan bahasa
sebagai fakta sosial dan menempatkannya dalam sistem lambang (kode), sistem
tingkah laku budaya, serta sistem pragmatik. Dengan demikian, kajian
sosiolinguistik menyikapi fenomena pemilihan bahasa sebagai wacana dalam
peristiwa komunikasi dan sekaligus menunjukkan identitas sosial dan budaya
peserta tutur.
Dalam kaitannya dengan situasi kebahasaan di
Indonesia, kajian pemilihan bahasa dalam masyarakat di Indonesia bertemali
dengan permasalahan pemakaian bahasa dalam masyarakat dwibahasa atau
multibahasa karena situasi kebahasaan di dalam masyarakat Indonesia
sekurang-kurangnya ditandai oleh pemakaian dua bahasa, yaitu bahasa daerah
sebagai bahasa ibu (pada sebagaian besar masyarakat Indonesia), bahasa
Indonesia sebagai bahasa nasional, dan bahasa asing. Studi pemilihan bahasa
dalam masyarakat seperti itu lebih mengutamakan aspek tutur (speech) daripada
aspek bahasa (language). Sebagai aspek tutur, pemakaian bahasa relatif
berubah-ubah sesuai dengan perubahan unsur-unsur dalam konteks sosial budaya.
Hymes (1972; 1973; 1980) merumuskan unsur-unsur itu dalam akronim SPEAKING,
yang merupakan salah satu topik di dalam etnografi komunikasi (the etnography
of communication), yang oleh Fishman (1976: 15) dan Labov (1972: 283) disebut
sebagai variabel sosiolinguistik.
Hymes (1980) mengemukakan tujuh belas komponen
peristiwa tutur (components of speech event) yang bersifat universal. Ketujuh
belas komponen itu oleh Hymes diklasifikasikan lagi menjadi delapan komponen
yang diakronimkan dengan SPEAKING:
(1) setting and scene (latar dan suasana tutur),
(2) participants (peserta tutur),
(3) ends (tujuan tutur),
(4) act sequence (topik/urutan tutur),
(5) keys (nada tutur),
(6) instrumentalities (sarana tutur),
(7) norms (norma-norma tutur), dan
(8) genre (jenis tutur).
Pandangan Hymes tentang kedelapan komponen
peristiwa tutur tersebut merupakan faktor luar bahasa yang menentukan pemilihan
bahasa.
D. Faktor-Faktor Penentu Pemilihan Bahasa
Ervin-Trip (dalam Grosjean 1982: 125)
mengidentifikasikan empat faktor utama yang menyebabkan pemilihan bahasa,
yaitu:
1. Situasi dan latar (waktu dan tempat)
2. Partisipan dalam interaksi, yaitu mencakup
hal-hal, seperti: usia, jenis kelamin, pekerjaan, status sosial ekonomi, asal,
latar belakang kesukuan, dan peranannya dalam hubungan dengan partisipan lain.
3. Topik percakapan
4. Fungsi interaksi.
BAB III
KESIMPULAN
1. Sikap bahasa adalah anggapan atau pandangan seseorang terhadap suatu bahasa,
apakah senang atau tidak terhadap bahasa tersebut, sehingga sikap bahasa
mempengaruhi terhadap pemilihan bahasa. Lambert menyatakan bahwa sikap itu
terdiri dari tiga komponen, yaitu komponen kognitif, komponen afektif, dan
komponen konatif.
2. Pemilihan bahasa adalah memilih “sebuah bahasa
secara keseluruhan” dalam suatu komunikasi. Dalam hal memilih ini ada tiga
jenis pilihan yang dapat dilakukan, yaitu, pertama dengan alih kode, artinya,
menggunakan satu bahasa pada satu keperluan, dan menggunakan bahasa yang lain
pada keperluan lain. Kedua dengan melakukan campur kode, artinya, menggunakan
satu bahasa tertentu dengan dicampuri serpihan-serpihan dari bahasa lain.
Ketiga, dengan memlilih satu variasi bahasa yang sama.
3. Perspektif sosiolinguistik tentang pemilihan
bahasa adalah Sosiolinguistik melihat fenomena pemilihan bahasa sebagai fakta
sosial dan menempatkannya dalam sistem lambang (kode), sistem tingkah laku
budaya, serta sistem pragmatik. Dengan demikian, kajian sosiolinguistik menyikapi
fenomena pemilihan bahasa sebagai wacana dalam peristiwa komunikasi dan
sekaligus menunjukkan identitas sosial dan budaya peserta tutur
4. Faktor-Faktor pemilihan bahasa yaitu:
a. Situasi dan latar (waktu dan tempat).
b. Partisipan dalam interaksi, yaitu mencakup
hal-hal, seperti: usia, jenis kelamin, pekerjaan, status sosial ekonomi, asal,
latar belakang kesukuan, dan peranannya dalam hubungan dengan partisipan lain.
c. Topik percakapan.
d. Fungsi interaksi.
DAFTAR PUSTAKA
Lambert, W. E. A. Social Psichology Of
Bilingualism. Journal Of Social Issues 23.
Chaer, A. Dan Leoni Agustina. 2010. Sosiolinguistik. Jakarta: Rineka Cipta.
Garvin, P.L Dan M. Mathiot. 1968. The Urbanization Of The Gurani Language :
Problem In Language And Culture.
Kartomiharjo, S. 1988. Bahasa Cermin Kehidupan Masyarakat. Jakarta: Dikbud.
Ibrahim, Abd. Syukur. 1993. Kapita Selekta Sosiolinguistik. Surabaya: Penerbit
Usaha Nasional.
Dimyathi, Afifudun. 2010. Ilmu Al-Lughah Al-Ijtima’I. Surabaya: Dar Al-Ulum
Al-Lughawiyyah.